Total Tayangan Halaman

Rabu, 15 Desember 2010

Karya Ilmiah Remaja

Assalamu'alaikum War. Wab
Saudaraku.... saya ingin berbagi pengalaman berupa karya ilmiah remaja, laporan-laporan yang telah saya susun sebagai tugas tanggung jawab saya. Sebagai permulaan saya ingin posting karya ilmiah murid bimbingan saya. Jika Anda menemukan banyak kekurangan, mohon dimaafkan. Saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki mutu blog ini.


Judul: Dampak Penambangan Batu Bara di Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara
Penulis: Yudha M. Faishol (XII IPA-1)
Hasil: Juara 2 Lomba Karya Ilmiah Remaja Balitbangda Kukar 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Loa Kulu merupakan sebuah kecamatan yang terletak di wilayah tengah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kecamatan Loa Kulu memiliki luas wilayah mencapai 1.405,7 km2 yang dibagi dalam 9 desa dengan jumlah penduduk mencapai 31.523 jiwa (2005).
Pada akhir abad ke-19, orang merantau ke Kalimantan Timur bertujuan mencari pekerjaan yang bisa menghasilkan banyak uang. Salah satunya adalah mereka bekerja di perusahaan-perusahaan batubara. Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Loa Kulu merupakan daerah penghasil batu bara yang cukup besar. Perusahaan penambangan yang terkenal adalah Oost Borneo Maatschapij (OBM).
Eksploitasi batu bara di Kecamatan Loa Kulu berakhir pada tahun 1970, tepat 2 tahun setelah diambil alih PN Tambang Batu Bara dari OBM pada tahun 1968. Sejak itu, Loa Kulu yang semula ramai berangsur-angsur mulai sepi ditinggalkan ribuan pekerja tambang.
Pada akhir tahun 2008, tambang batu bara telah dibuka kembali. Loa Kulu yang semula sepi berangsur-angsur ramai kembali. Orang-orang dari berbagai daerah berdatangan. Kebanyakan dari mereka berasal dari Pulau Jawa dan Sulawesi. Mereka biasanya tinggal di rumah-rumah penduduk dengan cara menyewa atau mengontrak. Selain pendatang dari luar daerah, warga disekitar daerah penambangan juga dipekerjakan. Tidak kurang dari seribu warga Loa Kulu yang semula bekerja di perusahaan-perusahaan kayu mulai pindah bekerja ke perusahaan-perusahaan batu bara. Hal ini dikarenakan bekerja di perusahaan batu bara lebih menjanjikan dibanding bekerja di perusahaan kayu yang kebanyakan mulai bangkrut. Mencarai penghasilan dengan cara bekerja di penambangan batu bara memang sedang trend di daerah Loa Kulu.
Penambangan batu bara di Loa Kulu dilakukan dengan cara pengupasan yaitu membuka lahan yang mengandung batu bara sampai kedalaman tertentu. Hal ini dilakukan pada areal yang luas sehingga mempengaruhi keadaan struktur tanah. Disamping berubahnya struktur tanah, juga ada dampak-dampak lain yang dirasakan oleh masyarakat sekitar penambangan termasuk penulis yang merupakan warga Loa kulu.
B.      Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, penulis menarik permasalahan sebagai berikut:
1.       Apa dampak positif penambangan batu bara di Loa Kulu?
2.       Apadampak negatif penambangan batu bara di Loa Kulu?
3.       Bagaimana cara penanggulangan dampak dari penambangan batu bara di Loa Kulu?
C.      Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah
4.       Untuk mengetahui dampak positif penambangan batu bara di Loa Kulu.
5.       Untuk mengetahui dampak negatif penambangan batu bara di Loa Kulu.
6.       Untuk mengetahui cara penanggulangan dampak dari penambangan batu bara di Loa Kulu.
D.      Manfaat Penelitian
Setelah melakukan studi pustaka dan penyusunan makalah ini, penulis mengharapkan :Makalah ini sebagai bahan pembelajaran di sekolah-sekolah yang sesuai dengan bidang pembelajarannya seperti pelajaran Geologi.
1.       Agar para siswa mengetahui dampak positif dari penambangan batu bara.
2.       Agar para siswa mengetahui dampak negatif dari penambangan batu bara.
3.       Untuk mempelajari cara exsplorasi batu bara.
4.       Untuk mempelajari jenis-jenis batu bara yang ada di Loa Kulu.
5.       Untuk mengetahui cara pembentukan batu bara.
6.       Siswa mengetahui cara menanggulangi limbah batu bara.

BAB II
LANDASAN TEORI
A.      Pengertian Batu Bara
Batu bara adalah termasuk salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Batu bara juga adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk.
B.      Umur Batu Bara
Pembentukan batu bara memerlukan kondisi-kondisi tertentu dan hanya terjadi pada era-era tertentu sepanjang sejarah geologi. Zaman Karbon, kira-kira 340 juta tahun yang lalu (jtl), adalah masa pembentukan batu bara yang paling produktif dimana hampir seluruh deposit batu bara (black coal) yang ekonomis di belahan bumi bagian utara terbentuk.
Pada Zaman Permian, kira-kira 270 jtl, juga terbentuk endapan-endapan batu bara yang ekonomis di belahan bumi bagian selatan, seperti Australia, dan berlangsung terus hingga ke Zaman Tersier (70 - 13 jtl) di pelbagai belahan bumi lain.
C.      Materi Pembentuk Batu Bara
Hampir seluruh pembentuk batu bara berasal dari tumbuhan. Jenis-jenis tumbuhan pembentuk batu bara dan umurnya menurut Diessel (1981) adalah sebagai berikut:
1.       Alga, dari Zaman Pre-kambrium hingga Ordovisium dan bersel tunggal. Sangat sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
2.       Silofita, dari Zaman Silur hingga Devon Tengah, merupakan turunan dari alga. Sedikit endapan batu bara dari perioda ini.
3.       Pteridofita, umur Devon Atas hingga Karbon Atas. Materi utama pembentuk batu bara berumur Karbon di Eropa dan Amerika Utara. Tumbuhan-tumbuhan tanpa bunga dan biji, berkembang biak dengan spora dan tumbuh di iklim hangat.
4.       Gimnospermae, kurun waktu mulai dari Zaman Permian hingga Kapur Tengah. Tumbuhan heteroseksual, biji terbungkus dalam buah, misalnya pinus, mengandung kadar getah (resin) tinggi. Jenis Pteridospermae seperti gangamopteris dan glossopteris adalah penyusun utama batu bara Permian seperti di Australia, India dan Afrika.
5.       Angiospermae, dari Zaman Kapur Atas hingga kini. Jenis tumbuhan modern, buah yang menutupi biji, jantan dan betina dalam satu bunga, kurang bergetah dibanding gimnospermae sehingga, secara umum, kurang dapat terawetkan.
D.      Pembentukan Batu Bara
Proses perubahan sisa-sisa tanaman menjadi gambut hingga batu bara disebut dengan istilah pembatu baraan (coalification). Secara ringkas ada 2 tahap proses yang terjadi, yakni:
1.       Tahap Diagenetik atau Biokimia, dimulai pada saat material tanaman terdeposisi hingga lignit terbentuk. Agen utama yang berperan dalam proses perubahan ini adalah kadar air, tingkat oksidasi dan gangguan biologis yang dapat menyebabkan proses pembusukan (dekomposisi) dan kompaksi material organik serta membentuk gambut.
2.       Tahap Malihan atau Geokimia, meliputi proses perubahan dari lignit menjadi bituminus dan akhirnya antrasit.
E.      Tahap Exsplorasi
Tahap eksplorasi batu bara umumnya dilaksanakan melalui empat tahap, yakni survei tinjau, prospeksi, eksplorasi pendahuluan, dan eksplorasi rinci. Tujuan penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi keterdapatan, keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas suatu endapan batu barasebagai dasar analisis/kajian kemungkinan dilakukannya investasi. Tahap penyelidikan tersebut menentukan tingkat keyakinan geologi dan kelas sumber daya batu bara yang dihasilkan.
1.       Survei Tinjau (Reconnaissance)
Survei tinjau merupakan tahap eksplorasi batu bara yang paling awal dengan tujuan mengidentifikasi daerah-daerah yang secara geologis mengandung endapan batu bara yang berpotensi untuk diselidiki lebih lanjut serta mengumpulkan informasi tentang kondisi geografi, tata guna lahan, dan kesampaian daerah. Kegiatannya, antara lain, studi geologi regional, penafsiran penginderaan jauh, metode tidak langsung lainnya, serta inspeksi lapangan pendahuluan yang menggunakan peta dasar dengan skala sekurang-kurangnya 1:100.000.
2.       Prospeksi (Prospecting)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi daerah sebaran endapan batu bara yang akan menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, di antaranya, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:50.000, pengukuran penampang stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan sumuran, pemboran uji (scout drilling), pencontohan, dan analisis. Metode eksplorasi tidak langsung, seperti penyelidikan geofisika, dapat dilaksanakan apabila dianggap perlu.
3.       Eksplorasi Pendahuluan (Preliminary Exploration)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran awal bentuk tiga-dimensi endapan batu bara yang meliputi ketebalan lapisan, bentuk, korelasi, sebaran, struktur, kuantitas dan kualitas. Kegiatan yang dilakukan antara lain, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:10.000, pemetaan topografi, pemboran dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penampangan (logging) geofisika, pembuatan sumuran/paritan uji, dan pencontohan yang andal. Pengkajian awal geoteknik dan geohidrologi mulai dapat dilakukan.
4.       Eksplorasi Rinci (Detailed Exploration)
Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas serta model tiga dimensi endapan batu bara secara lebih rinci. Kegiatan yang harus dilakukan adalah pemetaan geologi dan topografi dengan skala minimal 1:2.000, pemboran dan pencontohan yang dilakukan dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penampangan (logging) geofisika, serta pengkajian geohidrologi dan geoteknik. Pada tahap ini perlu dilakukan penyelidikan pendahuluan pada batu bara, batuan, air dan lainnya yang dipandang perlu sebagai bahan pengkajian lingkungan yang berkaitan dengan rencana kegiatan penambangan yang diajukan.

F.       Tipe Endapan Batu Bara dan Kondisi
1.       Tipe Endapan Batu Bara
Secara umum endapan batu bara utama di Indonesia terdapat dalam tipe endapan batu bara Ombilin, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur dan Bengkulu. Tipe endapan batu bara tersebut masing-masing memiliki karakteristik tersendiri yang mencerminkan sejarah sedimentasinya. Selain itu, proses pasca pengendapan seperti tektonik, metamorfosis, vulkanik dan proses sedimentasi lainnya turut mempengaruhi kondisi geologi atau tingkat kompleksitas pada saat pembentukan batu bara.
2.       Kondisi Geologi/Kompleksitas
Berdasarkan proses sedimentasi dan pengaruh tektonik, karakteristik geologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama : Kelompok geologi sederhana, kelompok geologi moderat, dan kelompok geologi kompleks. Uraian tentang batasan umum untuk masing-masing kelompok tersebut beserta tipe lokalitasnya adalah sebagai berikut.
a.       Kelompok Geologi Sederhana
Endapan batu baradalam kelompok ini umumnya tidak dipengaruhi oleh aktivitas tektonik, seperti sesar, lipatan, dan intrusi. Lapisan batu bara pada umumnya landai, menerus secara lateral sampai ribuan meter, dan hampir tidak mempunyai percabangan. Ketebalan lapisan batu bara secara lateral dan kualitasnya tidak memperlihatkan variasi yang berarti. Contoh jenis kelompok ini antara lain, di lapangan Bangko Selatan dan Muara Tiga Besar (Sumatera Selatan), Senakin Barat (Kalimantan Selatan), dan Cerenti (Riau).
b.       Kelompok Geologi Moderat
Batu bara dalam kelompok ini diendapkan dalam kondisi sedimentasi yang lebih bervariasi dan sampai tingkat tertentu telah mengalami perubahan pasca pengendapan dan tektonik. Sesar dan lipatan tidak banyak, begitu pula pergeseran dan perlipatan yang diakibatkannya relatif sedang. Kelompok ini dicirikan pula oleh kemiringan lapisan dan variasi ketebalan lateral yang sedang serta berkembangnya percabangan lapisan batu bara, namun sebarannya masih dapat diikuti sampai ratusan meter. Kualitas batu bara secara langsung berkaitan dengan tingkat perubahan yang terjadi baik pada saat proses sedimentasi berlangsung maupun pada pasca pengendapan. Pada beberapa tempat intrusi batuan beku mempengaruhi struktur lapisan dan kualitas batu baranya. Endapan batu barakelompok ini terdapat antara lain di daerah Senakin, Formasi Tanjung (Kalimantan Selatan), Loa Janan- Loa Kulu, Petanggis (Kalimantan Timur), Suban dan Air Laya (Sumatera Selatan), serta Gunung Batu Besar (Kalimantan Selatan).
c.        Kelompok Geologi Kompleks
Batu bara pada kelompok ini umumnya diendapkan dalam sistim sedimentasi yang komplek atau telah mengalami deformasi tektonik yang ekstensif yang mengakibatkan terbentuknya lapisan batu bara dengan ketebalan yang beragam. Kualitas batu baranya banyak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada saat proses sedimentasi berlangsung atau pada pasca pengendapan seperti pembelahan atau kerusakan lapisan (wash out).
Pergeseran, perlipatan dan pembalikan (overtumed) yang ditimbulkan oleh aktivitas tektonik, umum dijumpai dan sifatnya rapat sehingga menjadikan lapisan batu bara sukar dikorelasikan. Perlipatan yang kuat juga mengakibatkan kemiringan lapisan yang terjal. Secara lateral, sebaran lapisan batu baranya terbatas dan hanya dapat diikuti sampai puluhan meter. Endapan batu bara dari kelompok ini, antara lain, diketemukan di Ambakiang, Formasi Warukin, Ninian, Belahing dan Upau (Kalimantan Selatan), Sawahluhung (Sawahlunto. Sumatera Barat). daerah Air Kotok (Bengkulu), Bojongmanik (Jawa Barat), serta daerah batu bara yang mengalami ubahan intrusi batuan beku di Bunian Utara (Sumatera Selatan).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.      Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Menurut Subana (2001), penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel,dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya.
Dalam penelitian ini, penulis berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan data-data yang telah diperoleh dari observasi, wawancara dan penelusuran pustaka.
B.       Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data, penulis melakukan observasi, penelusuran literatur dari artikel-artikel yang dicari melalui internet dan melakukan wawancara.

C.       Waktu dan Tempat Penelitian
Penyusunan makalah ini dilakukan selama 26 hari dihitung sejak tanggal 10 Juni 2009 sampai dengan 26 Juni 2009. dengan perincian sebagai berikut :
No
Tanggal
Kegiatan
1
10 Juni 2009
Penentuan topik karya ilmiah
2
12 Juni sampai 20 Juni 2009
Pencarian data dengan cara wawancara, observasi, dan penelusuran pustaka.
3
14 Juni sampai 24 Juni 2009
Pengetikan, penyuntingan, dan penjilidan hasil karya ilmiah
4
30 Juni 2009
Pengumpulan karya ilmiah
Tempat penelusuran literatur dari artikel-artikel di internet dilakukan secara Online di SMA Negeri 1 Loa Kulu dan warnet di sekitar Loa Kulu serta dilakukan secara Offline di Jalan. Harjo Sumarto RT 4 Ponoragan.
Narasumber pada penelitian ini adalah Bapak Akbar, Okta Dian Noor, Rahmi Yanti, Hendri Fatkhul Munif, Andrianus Sumaredi.
BAB IV
PEMBAHASAN

A.      Dampak Positif Penambangan Batu Bara di Loa Kulu
1.       Peningkatan Jumlah Lapangan Pekerjaan
Dengan adanya pembukaan penambangan batu bara di Loa Kulu banyak menyedot masyarakat Loa Kulu bekerja di pertambangan batu bara. Kira-kira 50% pekerja setiap perusahaan batu bara adalah masyarakat Loa Kulu. Ini dapat membantu mengurangi tingkat pengangguran di daerah Loa Kulu. Seperti halnya di daerah Jembayan, banyak sopir taksi, pegawai bangunan, pegawai perusahaan kayu dan pedagang berpindah kerja menjadi pegawai di perusahaan batu bara.

2.       Masyarakat Loa Kulu Mendapatkan Dana Bantuan
Perusahaan batu bara memberikan dana royalti kepada masyarakat loa kulu sebagai tanda terima kasih karena masyarakat sekitar Loa Kulu telah memberikan informasi atas adanya batu bara di sekitar Loa Kulu. Dana royalti tersebut diberikan kepada forum masing-masing desa dan akan dikelola oleh forum tersebut. Jadi setiap bulannya, masyarakat Loa Kulu memperoleh dana royalti sebesar 2,5 US$ setiap tonnya. Apabila suatu perusahaan penambang batu bara memproduksi sekitar satu ponton dengan kapasitas 10.000 ton, maka perusahaan memproduksi batu bara sebesar 300.000 ton per bulan. Dari produksi tersebut, maka masyarakat Loa Kulu akan memperoleh dana royalti sebesar 750.000 US$. Apabila di kurskan ke rupiah  maka masyarakat Loa Kulu memperoleh uang sebesar Rp. 7.577.625.000,00 yang akan dibagi kepada 12 desa. Maka dengan dana tersebut masyarakat Loa Kulu dapat memperbaiki pendidikan, kesehatan, sarana transportasi dan lain sebagainya. Contohnya saja di desa Loa Kulu Kota, Forum sudah memiliki program Rp 141,8 juta untuk penggunaan bidang Pendidikan, bidang Kesehatan Rp. 106,3 juta, untuk bidang Kepemudaan dan Sosial Budaya sebesar Rp. 70,9 juta, bidang keagamaan Rp. 70,9 juta, bidang penanggulangan kemiskinan sebesar Rp. 70,9 juta.

3.       Menambah Devisa Daerah
batu bara pemasarannya sebagian diekspor. Salah satu perusahaan tambang batu bara mengekspor hasil penambangan ke Filipina, Korea Selatan, dan China. Biasanya batu bara digunakan untuk pembangkit tenaga listrik. Komoditi ini telah banyak diusahakan oleh para investor, akan tetapi jumlah investor yang beroperasi belum bisa mengeksploitasi seluruh areal cadangan batu bara yang ada.

B.      Dampak Negatif Penambangan Batu Bara di Loa Kulu
1.       Banjir
Sebelum ada penambangan batu bara, di desa Ponoragan yang merupakan salah satu desa di Kecamatan Loa Kulu jarang terjadi banjir. Kira-kira terjadi banjir setiap satu tahun sekali. Itupun kalau hujan deras yang bersamaan dengan pasang air Sungai Mahakam. Jarangnya terjadi banjir dikarenakan masih banyaknya pohon-pohon yang akarnya mengikat butir-butir air.
Tapi sekarang sering terjadi banjir yang disebakan adanya batu bara tersebut karena air hujan tidak bisa ditampung oleh pohon-pohon yang telah ditebang untuk pembukaan lahan batu bara. Banjir yang berkepanjangan ini menyebabkan banyak kerugian bagi petani padi dan petani ikan. Bagi petani padi banyak sawah yang gagal panen karena terkena banjir tersebut. Pada saat akan menebar benih, lahan sawah masih tergenang air yang disebabkan oleh banjir sehingga para petani tidak bisa menanam padi dan padi membusuk. Pada saat pertengahan tanam, hujan deras membuat lahan sawah terendam dan banjir sehingga padinya membusuk dan gagal panen. Biasanya petani Loa Kulu panen 3 kali dalam setahun tapi sekarang panen hanya setahun sekali.
Bagi petani ikan, banyak petani ikan yang lepas ikut arus air banjir sehingga banyak petani ikan yang rugi besar. Setelah banjir, petani ikan akan mengeluarkan dana lebih banyak lagi untuk merenovasi kolam dan membeli bibit ikan dan para petani ikan harus memulai lagi dari nol.

2.       Penggundulan Hutan
Banyak hutan yang ditebang untuk pembukaan lahan batu bara baik oleh masyarakat maupun dari pihak perusahaan batu bara itu sendiri. Dari masyarakat banyak yang melakukan pembukaan lahan hutan karena masyarakat menganggap bahwa tanah tersebut adalah tanah milik leluhurnya dan masyarakatlah yang menjadi ahli warisnya. Dari hal tersebut maka ditakutkan terjadi tanah longsor dan banjir karena tidak ada yang menahan laju air hujan yang langsung jatuh ke tanah. Dari hujan yang langsung mencapai tanah tersebut akan mengakibatkan percikan air yang menyebabkan adanya erosi pada tanah dan terjadi longsor. Jadi, daerah di tempat yang lebih rendah menjadi korban tanah longsor dan korban banjir. Selain itu, dampak dari penggundulan hutan ini banyak hewan lari dari habitatnya. Sebagai contoh, di daerah dekat Loa Sumber pernah ada kera yang lumayan besar yang menyebrang jalan. Padahal dulu tidak ada kera besar yang menyebrang jalan. Ini bukti bahwa telah terjadi penggundulan hutan dan merusak habitat kera.

3.       Rusaknya Tanah
Tanah bekas penambangan batu bara jarang dapat untuk ditanami lagi, karena tanah bekas penambangan batu bara sudah kehilangan humusnya. Seperti di beberapa daerah di jalan ke Samarinda banyak lobang-lobang besar bekas adanya penambangan batu bara. Ini menjadi bukti bahwa setelah adanya pengerukan batu bara, perusahaan tidak mengadakan reboisasi. Sehingga, nanti bekas dari pengerukan batu bara ini akan menjadi lahan yang gundul dan ekologi di daerah batu bara rawan rusak.
4.       Rusaknya Karamba Ikan
Ponton yang membawa batu bara sering kali menabrak dan menghancurkan keramba petani ikan. Banyak keramba yang rusak akibat hal tersebut. Beberapa pendapat mengatakan bahwa kadang terjadi penabrakan keramba ikan karena adanya kabut yang cukup tebal dan jarak pandang yang cukup pendek. Sehingga banyak orang yang hanya melihat saja karambanya yang rusak. Tapi hal ini diganti rugi oleh pihak perusahaan batu bara. Kerusakan karamba membuat petani karamba memulai lagi dari nol.

5.       Tanah Longsor
Tanah di perbukitan sekitar penambangan batu bara banyak yang longsor ketika terjadi hujan, karena hujan yang turun langsung mencapai tanah. Sehingga, air hujan yang langsung sampai ke tanah meengakibatkan percikan-percikan menyebabkan erosi tanah dan terjadi longsor karena tanah tidak ada yang menahan karena gundulnya hutan.

6.       Limbah Batu Bara
Dampak negatif dari aktifitas pertambangan batu bara bukan hanya menyebabkan terjadi kerusakan lingkungan. Melainkan, ada bahaya lain yang saat ini diduga sering disembunyikan para pengeoloa pertambangan batu bara di Indonesia. Kerusakan permanen akibat terbukanya lahan, kehilangan beragama jenis tanaman, dan sejumlah kerusakan lingkungan lain ternyata hanya bagian dari dampak negatif yang terlihat mata.
Pertambangan batu bara ternyata menyimpan bahaya lingkungan yang berbahaya bagi manusia. Bahaya lain dari pertambangan batu bara adalah air buangan tambang berupa luput dan tanah hasil pencucian yang diakibatkan dari proses pencucian batu bara yang lebih popular disebut Sludge
Saat ini banyak analis pertambangan yang tidak mau mengekspose secara detail tentang bahaya air cucian batu bara. Limbah cucian batu bara yang ditampung dalam bak penampung sangat berbahaya karena mengandung logam-logam beracun yang jauh lebih berbahaya dibanding proses pemurnian pertambangan emas yang mengunakan sianida (CN).
Proses pencucian dilakukan untuk menjadikan batu bara lebih bersih dan murni sehingga memiliki nilai jual tinggi. Proses ini dilakukan karena pada saat dilakukan eksploitasi biasanya batu bara bercampur tanah dan batuan.
Agar lebih mudah dan murah, dibuatlah bak penampung untuk pencucian. Kolam penampung itu berisi air cucian yang bercampur lumpur.
Sluge mengandung bahan kimia karsinogenik yang digunakan dalam pemrosessan batu bara yang logam berat beracun yang terkandung di batu bara seperti arsenic, merkuri, kromium, boron, selenium dan nikel.
Dibandingkan tailing dari limbah luput pertambangan emas, unsur berancun dari logam berat yang ada limbah pertambangan batu bara jauh lebih berbahaya. Sayangnya sampai sekarang tidak ada publikasi atau informasi dari perusahan pertambangan terhadap bahaya sluge kepada masyarakat di sekitar pertambangan.
Unsur ini menyebabkan penyakit kulit, gangguan pencernaan, paru dan penyakit kanker otak. Air sungai tempat buangan limbah digunakan masyarakat secara terus menerus. Gejala penyakit itu biasa akan tampak setelah bahan beracun terakumulasi dalam tubuh manusia.
Beberapa perusahaan tambang di Kalimantan Timur ditengarai tidak melakukan pengelolaan water treatmen terhadap limbah buangan tambang dan juga tanpa penggunaan bahan penjernih Aluminum Clorida, Tawar dan kapur. Akibatnya limbah buangan tambang menyebabkan sungai sarana pembuagan limbah cair berwarna keruh.
Alangkah bijaknya jika perusahaan pertambangan batu bara tetap memperhatikan kualitas limbah tambangnya dengan membuat water treatment dan penggunaan bahan penjernih air hingga limbah buangan aman bagi masyarakat dan lingkungan.
7.       Intrusi Sungai Mahakam
Sedimentasi yang terus berlangsung di Sungai Mahakam menyebabkan air laut berbalik ke arah hulu sungai sehingga menyebabkan intrusi air laut sepanjang 120 kilometer dari arah muara atau delta Mahakam. Intrusi air laut ini tidak hanya menyebabkan penduduk yang bermukim di sekitar Sungai Mahakam kesulitan mendapatkan air bersih, tetapi berbagai jenis ikan air tawar juga ikut musnah.
Hal ini disebabkan adanya pembabatan hutan secara besar-besaran di bagian hulu dan sekitar daerah aliran sungai (DAS) sehingga menimbulkan sedimentasi atau pengendapan lumpur. Sedimentasi ini telah menyebabkan muara Sungai Mahakam menjadi sangat dangkal, tak sampai satu meter  pada saat air laut sedang surut. Akibatnya, kapal-kapal besar tidak bisa masuk Sungai Mahakam pada saat air sedang surut dan harus menunggu air laut pasang.
Kondisi ini semakin diperburuk lagi dengan kegiatan tambang emas dan batu bara di bagian hulu Sungai Mahakam. Sejumlah perusahaan tambang batu bara diketahui membuang limbahnya langsung ke Sungai Mahakam sehingga terjadi pencemaran dengan bahan partikel terlarut (suspended particulate matter/SPM) yang tinggi dengan konsentrasi 80 miligram/liter. Bahkan sebuah perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Kecamatan Loa Kulu, terbukti menutup sebuah sub daerah aliran sungai Mahakam dan dijadikan jalan tambang. Padahal, mestinya perusahaan tersebut membuat gorong-gorong untuk jalan tambang.

C.      Penanggulangan Dampak Negatif Penambangan Batu Bara di Loa Kulu
Dalam menanggulangi dampak negatif dari penambangan batu bara di Loa Kulu masyarakat, perusahaan tambang batu bara, dan pemerintah kabupaten telah mengadakan beberapa usaha untuk menanggulangi dampak tersebut yaitu :
1.       Kerusakan Karamba Ikan
Masyarakat memberi lampu pada setiap karamba supaya ponton batu bara pada saat malam hari atau pada saat terjadi kabut tidak menabrak karamba warga di sekitar sungai mahakam. Dari pihak perusahaan tambang batu bara apabila telah terjadi kecelakan ponton menabrak karamba ikan, maka para korban mendapatkan ganti rugi sesuai dengan berat atau ringannya kerusakan karamba dan ganti rugi ikan yang lepas akibat rusaknya karamba tersebut.
2.       Erosi Tanah Sekitar Sungai Mahakam
Pemerintah Kabupaten mengadakan pemasangan turap di sepanjang sungai mahakam di Kecamatan Loa Kulu untuk mencegah adanya erosi tanah akibat air mahakam. Selain itu,  juga mencegah sedimentasi lumpur di sungai mahakam. Pemasangan turap ini juga berfungsi untuk mencegah air mahakam agar tidak meluap ke jalan pada saat terjadi pasang besar.
3.       Penanggulangan Limbah Batu Bara
Dalam mengadakan exsplorasi pada tahap pembukaan singkapan dilakukan penyemprotan air sehingga menghasilkan lumpur yang bercampur batu bara. Air tersebut akan mengalir ke sawah penduduk dan sungai. Hal ini akan bisa menyebabkan gagal panen dan pencemaran sungai. Agar tidak terjadi hal demikian, dibuatlah kolam limbah yang bertingkat. Dalam kolam limbah bertingkat tersebut akan terjadi pengendapan lumpur dan penyaringan larutan batu bara. Sehingga, yang keluar dari kolam limbah hanya air.
Di dekat penampungan batu bara sebelum masuk kompeyor, dibuatkan kolam untuk menampung limbah batu bara. Karena pada saat hujan, batu bara yang terkena air akan luntur. Lunturan batu bara tersebut juga sama bahayanya dengan batu bara apabila masuk ke sungai karena dapat menyebabkan matinya organisme perairan. Jadi, di kolam dekat kompeyor akan di tampung hasil lunturan batu bara dan di tunggu hingga mengendap. Setelah mengendap, air di kolam tersebut di keluarkan dengan alkon dan endapan lunturan batu bara di tinggalkan di kolam penampungan.
BAB V
PENUTUP
A.      Simpulan
Dari pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.       Dampak dari adanya penambangan batu bara di Loa Kulu diantaranya meningkatnya jumlah lapangan pekerjaan, masyarakat Loa Kulu mendapatkan dana bantuan, menambah devisa negara.
2.       Selain membawa dampak positif, penambangan batu bara juga membawa dampak negatif diantaranya banjir, penggundulan hutan, rusaknya hutan, rusaknya karamba ikan, tanah longsor, limbah batu bara, intrusi sungai mahakam.
3.       Dari adanya dampak negatif tersebut masyarakat, perusahaan tambang batu bara, dan pemkab mengadakan cara penanggulangan dampak negatif dari penambangan batu bara. Beberapa hal yang dapat ditanggulangi antara lain kerusakan karamba ikan, erosi tanah di sekitar sungai mahakam, dan penanggulangan limbah batu bara.
B.      Saran
Berdasarkan landasan teori dan pembahasan maka penulis menyarankan  :
1.      Bagi pemerintah supaya memberikan sanksi kepada perusahaan tambang batu bara yang membuang limbahnya langsung ke sungai tanpa ada pengolahan limbah.
2.      Bagi perusahaan batu bara sebaiknya mengolah limbah batu bara terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan.
3.      Bagi generasi muda agar melakukan penelitian terhadap endapan limbah batu bara sebagai sumber energi baru.